Senin, 07 Mei 2018

Nganu

Foto Aina Ulfa.

"Pripun saene?"
"Pun mbotensah direken. Mbotensah melu komentar. Ditahan mawon. Pokoke kudu saged nahan ben mbotensah melu komentar. Dipadosi asal perkarane riyen sakderenge melu komentar"

***

Babagan nahan ki nggemeske. Rasane pengen banget tur jebul kudu ditahan. Abot tenan mesti kuiiii. Gemes raaaa. Hooh gemes banget lah.

Pengen ngrasani koncone, eh kudu nahan. 
Pengen nyacati koncone, eh kudu nahan.
Pengen ngene, eh kudu nahan.
Pengen ngono, yo kudu ditahan.
Padahal tiap ndelok koncone obah hawane gur pengen komentaaaar wae, ra ndelok cengel e dewe, nek dikomentari uwong gur arep nesu sebab risi.

Babagan elek ki pancen kudu ditahan, soale nek ra ditahan sok gur marai memolo. 
Pancen kudu menguatkan dan membiasakan diri untuk bisa menahan, utamanya menahan diri ketika akan melakukan keburukan yang berujung pada menyakiti perasaan.

Nahan ki abot. 
Opomeneh nek kepengen banget. Jal pie perasaanmu nek misal lagi pengen melakukan sesuatu tapi kudu ditahan, mesti aaah rasane rakaruan kae. 
Nah tapi pie-pie ki kudu iso nahan, nek raiso nahan ujung-ujunge malah dadi .................. dadi doso.

Senajan urung iso dadi uwong sek apik, resik, lan bermanfaat banget, tapi sak ora-orane ki kudu iso nahan, yokui mau, nahan ben ra nglarani perasaan wong liyo.

Bingung pora? Hooh.
Haiyo cen sengojo digawe bingung. Huf

Sabtu, 05 Mei 2018

Flashback

Foto Aina Ulfa.

Suatu hari ada seseorang menghampiri saya dan bertanya, "apa yang sedang Anda lakukan?"

Saya jawab, "menunggu."
Lalu orang itu pergi. Baru beberapa langkah, ia putar badan dan bertanya lagi, "Menunggu dalam konteks apa? Menunggu siapa?"

"Pengen tau banget apa pengen tau aja?" jawab saya sambil berlalu meninggalkannya yang masih dalam keadaan berdiri dengan wajah penasaran.

***

Dalam hidup, terkadang hadir orang-orang yang datang dan kelihatan peduli, bertanya ini itu tentang keadaan yang kita alami bahkan tak jarang hingga detail sekali, bukan maksud peduli tetapi rasa ingin tahunya sangat tinggi. Entah hanya kepo atau sekedar mencari bahan obrolan dengan kawan lain. 
Cuma terkadang. Ada. Tidak semua. Bisa jadi hanya satu orang saja yang macam begini.

Ya, tidak semua, tapi ada. Setuju boleh, tidak setuju lebih boleh. Santai, jangan dorong-dorongan. Masih luas ini tempatnya 😋

Rabu, 02 Mei 2018

Refleksi Harlah NU 2018


SELAMAT HARI LAHIR KE-93 NAHDLATUL ULAMA, 31 JANUARI 1926-2018

***

"Satu kaum apabila hati-hati mereka berselisih dan hawa nafsu mereka mempermainkan mereka, maka mereka tidak akan melihat sesuatu tempat pun bagi kemaslahatan bersama. Mereka bukanlah bangsa bersatu, tapi hanya individu-individu yang berkumpul dalam arti jasmani belaka. Hati dan keinginan-keinginan bereka saling berselisih. Engkau mengira mereka menjadi satu, padahal hati mereka berbeda-beda.

Mereka telah menjadi seperti kata orang: 'Kambing-kambing yang berpencaran di padang terbuka. Berbagai binatang buas telah mengepungnya. Kalau sementara mereka tetap selamat, mungkin karena binatang buas belum sampai kepada mereka (dan pasti suatu saat akan sampai kepada mereka) atau karena saling berebut, telah menyebabkan binatang-binatang buas itu saling berkelahi sendiri antara mereka. Lalu sebagian mengalahkan yang lain. Dan yang menangpun akan menjadi perampas dan yang kalah menjadi pencuri. Si kambingpun jatuh antara si perampas dan si pencuri'.

Perpecahan adalah penyebab kelemahan, kekalahan dan kegagalan di sepanjang zaman. Bahkan pangkal kehancuran dan kemacetan, sumber keruntuhan dan kebinasaan, dan penyebab kehinaan dan kenistaan. Betapa banyak keluarga-keluarga besar semula hidup dalam keadaan makmur, rumah-rumah penuh dengan penghuni, sampai suatu ketika kalajengking perpecahan merayapi mereka, bisanya menjalar meracuni hati mereka dan syaitanpun melakukan perannya, mereka kucar-kacir tak keruan. Dan rumah-rumah mereka runtuh berantakan."

- Kutipan Pidato Hadratusy Syaikh K.H. Muhammad Hasyim Asy'ari, dalam Muqaddimah Qanun Asasi, pada 31 Januari 1926, di Surabaya. Diterjemahkan oleh K.H.A. Musthofa Bisri Rembang.