Sabtu, 24 Maret 2018

Situ Sehat?

[Nih, kasih idung aja sinih]

Sudah terbiasa diperlakukan kurang mengenakkan. Dituduh gini gitu. Dituduh merebut temen. Dikira ngomporin temen biar ngejauhin ini itu pas jaman sekolah. Dikira gamau kerja ini itu pas ada event ulang tahun sekolah. Dan lain-lain.
Dari banyak kasus yang telah disebutkan, sumber dari segala sumber kehebohan yang menyebalkan itu adalah kesalahpahaman teman. Kesalahpahaman. Ya. Kesalahpahaman.
Mereka melihat tanpa memahami terlebih dahulu, tanpa mengecek kebenaran akan suatu hal terus langsung lass loss aja. Namanya juga enak kan ya ngegosip sambil jualan berita ga bener. Puas banget nyebarin kejelekan dari temen ke temen. Makin puas lagi kalau temen yang lain bisa terpengaruhi gosip itu.
Jujur aja dulu awalnya kesel banget. Kesel hati kesel pikiran, kita yang udah berteman ikhlas lillahi ta'ala dibilang ngerebut temen. Kita yang ikhlas membantu event ulang tahun dibilang kaga kerja, padahal saat itu kami sampai pulang ke rumah jam 2 pagi gegara mempersiapkan semuanya. Kemana aja temen kami yg nyinyir itu? Pikirku kala itu. Awalnya pengen banget konfirmasi langsung dan cerita ke temen-temen biar citra buruk kami terhapus, tapi pas dipikir-pikir hakokle selo nek kudu klarifikasi sana-sini. Mbok ben.
Becik ketitik ala ketara. Nek cen e dicap elek dituduh ro wong sek rung reti we ra dadi masalah.



Sama halnya belum lama ini, salah satu teman saya tbtb ngechat menanyakan kemana aja saya dan komandan saya kok gak ikut temen-temen lain bantu yang lagi kena bencana? Kenapa gak ikut cari dana dan dateng ke Bantul sama temen-temen? Dan banyak pertanyaan yang nadanya bukan real tanya tapi ngeleh-lehke.
Dengan berbekal pengalaman pahit yang sudah-sudah, saya tanggapi pertanyaan memojokkan itu dengan santai. Toh gaperlu kami jelaskan apa yg telah kami lakukan untuk teman2 yang sedang tertimpa musibah. Menjelaskan kalau kami sedang ada tugas negara amarta mereka juga tidak akan mau tau. Biarkan aja mereka bebas menilai kami bagaimana.

Rabu, 21 Maret 2018

Bertemu 'Si Putra Petir'

Alhamdulillah bisa bertemu kembali.
Terima kasih Mas Ricky, meski tidak memiliki banyak waktu luang tp kami berkesempatan bertemu 😊
Perkenalkan yang ada di foto ini adalah Mas Ricky Elson, menurut sumber dari Wikipedia, Ricky Elson (founder Lentera Angin Nusantara) adalah seorang teknokrat Indonesia yang ahli dalam teknologi motor penggerak listrik. Beliau adalah salah satu orang yang membidani lahirnya mobil listrik nasional bernama Selo dan Gendhis. Ricky Elson 'Si Putra Petir' salah satu anak bangsa yang berhasil menciptakan hasil karya yang sangat berguna bagi perkembangan teknologi di Indonesia.

Senang rasanya bertemu dengan orang hebat yang luaaar biasa ini, minimal bisa nyadong semangat kegigihan beliau, alhamdulillah banget. Semangat Mas! Lancar segala urusan dan semoga tetap menginspirasi. 
KK👌
Fa

Kamis, 15 Maret 2018

Sedikit Cerita

Asal bermanfaat dan baik, jangan pernah menyesal mengikutinya. Ya ini yang dinamakan berproses katanya. Namanya juga pilihan, pasti ada konsekuensi yang selalu mengikuti dalam perjalanannya nanti, seperti mengorbankan agenda lain yang ada, mungkin. Semangat selalu. Semua akan indah pada waktunya, mbuh kui waktunya kapan jare.


Syaikh Mushthofa al-Ghulaiyaini, seorang ulama besar dari Beirut Lebanon dalam karya visionernya yang berjudul ‘Izhatun Nasyi’in, beliau berkarta :

إِنَّ فِى يَدِكُمْ أَمْرَ الأُمَّةِ, وَفِى إِقْدَامِكُمْ حَيَاتَهَا, فَأَقْدِمُوْا إِقْدَامَ الأَسَدِ الْبَاسِلِ وَانْهَضُوْا نُهُوْضَ الرَّوَايَا, تَحْتَ ذَاتِ الصَّلاصِلِ تَحْيَ بِكُمُ الأُمَّةُ

Di tanganmulah, wahai generasi muda, segala urusan bangsa. Dalam langkahmu tertanggung masa depan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, melangkahlah kalian bagaikan seekor harimau yang gagah berani, yang tidak pernah mundur setapak pun. Bangkitlah laksana para pemegang panji perang, yang berangkat menuju medan juang dengan penuh tanggung jawab. Dengan usaha dan hasil karyamu, bangsa kalian akan hidup bahagia.


***

Selamat dan semangat berproses kanss, perjalanan masih panjang, jangan pernah lelah apalagi merasa puas terhadap apa yang kita capai. Jaga semangat dan kekompakan untuk terus berbenah lebih baik lagi, lagi, dan lagi.

                                       
                                       

Maju, jangan takut salah, apalagi kalah. Segala proses yang telah dan akan kita lalui menghadirkan banyak pengalaman dan nilai pembelajaran bagi kita semua, bukan hanya pengalaman mengenakkan, pun pengalaman yang kurang baik akan sesekali mengiringi perjalanan kita. Tapi tak perlu khawatir, semua pengalaman itu nantinya akan menjadi bekal dalam menghadapi segala keadaan dan permasalahan ke depannya.

Pemuda/i berakhlak baik, berilmu, berkompeten adalah harapannya. Mari wujudkan bersama agar ke depan para pemuda/i dapat menjadi penerus bangsa, dambaan surga, juga idaman mertua haha gojek
Terimakasih kepada yang selalu membimbing dan menginspirasi kami yang masih butuh banyak belajar ini. Selamat menebar manfaat bagi masyarakat. Selamat belajar, berjuang, bertaqwa! 

Oiya, berorganisasi ber-IPNU IPPNU itu asyik! Nagih, kaya kalau abis disenyumin kamu ehee




Rabu, 07 Maret 2018

MEMERANGI HAWA NAFSU

Jihad melawan nafsu, tak lekang oleh waktu. Catat! 😁



Sungguh menghadapi nafsu diri sendiri yang tak tampak akan sangat lebih berat ketimbang menghadapi musuh di depan mata yang terlihat. Kadang kita mengabaikan dan menganggap remeh sesuatu yang tidak tampak padahal dari sesuatu yang tidak tampak tersebut dapat menimbulkan sebuah konsekuensi berat bagi kehidupan kita. Jihad ini juga tak memerlukan waktu khusus, melainkan setiap hembusan napas, sepanjang masa. 


Begitu mendengar kata “jihad” orang kerap langsung mengasosiasikannya dengan perang fisik: kekerasan, persenjataan, pasukan musuh, dan serangan. Padahal, dalam Islam jihad dalam pengertian demikian tak menempati level tertinggi. Aktivitasnya pun diizinkan hanya dalam kondisi sangat mendesak. Lalu di manakah letak jihad melawan hawa nafsu (jihadun nafsi) yang disebut Rasulullah sebagai jihad paling agung; jihad yang gejolaknya kita rasakan hampir setiap detik?


Kata “Jihad” berasal dari bahasa Arab jâhada yang berarti bersungguh-sungguh. Secara luas ia bisa bermakna lahiriyah, juga batiniyah. Tak semata identik dengan tempur sebagaimana lazim dipahami. Islam memang memberi ruang umat Islam untuk berperang secara fisik, tapi juga memiliki aturan sangat ketat aktivitas kekerasan itu terjadi.
Dalam Surat al-Baqarah ayat 190 disebutkan:

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

Ayat di atas mengandung peringatan bahwa seseorang hanya boleh memerangi orang lain ketika dalam posisi membela diri, persisnya saat keselamatan diri terancam. Itu pun harus dilakukan tidak dengan cara yang membabi buta. Tidak boleh kebencian kita kepada kelompok tertentu membuat kita lantas melakukan apa saja seenaknya kepada mereka. Ada etika di dalamnya. Ada batas kewajaran dan norma yang mesti diikuti. Dalam situasi perang, misalnya, Islam melarang membunuh rakyat sipil, perempuan, anak-anak, dan pemuka agama. Sebagaimana dikatakan Ibnul ‘Arabi dalam Ahkamul Qur’an:

أَلاَ يُقَاتِل إِلاَّ مَنْ قَتَلَ وَهُمْ الرِجَالُ البَالِغُوْنَ، فَأَمَّا النِّسَاءُ وَاْلوِلْدَانُ وَالرَّهْبَانُ فَلَا يُقْتَلُوْنَ

"Janganlah membunuh kecuali terhadap orang yang memerangimu. Orang yang boleh dibunuh di masa perperangan adalah laki-laki dewasa. Adapun perempuan, anak-anak, dan pendeta tidak diperkenankan untuk dibunuh.

Di sinilah letak kedalaman Islam. Jihad tak hanya dimaknai sebagai perjuangan fisik tapi juga perjuangan batin. Ketika ledakan bom memakan banyak sekali korban nyawa tak berdosa; saat hantaman rudal menghasilkan ribuan mayat; kita patut merenung bahwa betapa banyak mudarat yang ditimbulkan tatkala jihad diterjemahkan secara salah dan sepotong-sepotong. Jihad fisik yang berhasrat memenangkan pihak lain tapi secara tak sadar membuat diri pelakunya kalah dari egonya sendiri. 


Sungguh menghadapi nafsu diri sendiri yang tak tampak lebih berat ketimbang menghadapi musuh di depan mata yang terlihat. Jihad ini juga tak mengandaikan waktu-waktu khusus, melainkan setiap embusan napas, sepanjang masa. Benarlah Rasulullah mengatakan perang melawan diri sendiri sebagai pertempuran akbar karena dalam banyak hal jihad secara selah itu tak terasa dilakukan karena sering kali ia dibalut oleh kenikmatan, atau bahkan argumentasi keagamaan. Padahal hakikat jihad adalah fî sabîliLlâh, bukan fî sabîlil hawâ.

Senin, 05 Maret 2018

Pergi untuk Kembali

"Seberapa besar tekad untuk pergi, kembali itu pasti"
Hasil gambar untuk stasiun yogyakarta

Tiga hari yang sangat menyenangkan di Surabaya, mendapat banyak pengalaman juga teman, sangat bersyukur tentunya dipertemukan dengan orang-orang yang super baik.
Setelah dinyatakan cukup, Minggu petang harus kembali ke rumah di antar oleh Sancaka yang sangat menyenangkan. Awak siji, mangkate selo, balike gawanane haduh pating greweng. Titipan makanan ngehitz Surabaya membuat kepulanganku mirip orang abis mudik lama, kiwo tengen gowo cangkingan. 

Sendirian. Tidak enak badan. Kesepian. Lengkap sudah. Pertama kali balik lewat Gubeng Baru, merasakan suasana baru dan di ruang tunggu saya dipertemukan dengan seorang ibu yang juga sedang dilanda kesepian karena melakukan perjalanan pulang ke Jogja sendiri. Katanya, belio bahagia bertemu dengan saya karena belio kesepian dan baru pertama bepergian sendirian. Waw sayangnya kami beda gerbong sehingga pertemuan kala itu berakhir di ruang tunggu.

Tak lama kemudian, saya melihat sosok yang tidak asing dengan gaya yang khas, baju muslim putih, kopiah putih, sarungan, dan menggendong tas eiger hitam. Ustadz Tajul Muluk. Wow, di tempat jauh begini melihat belio dan ternyata kami satu gerbong. Tidak pernah mengira akan bertemu orang di tanah orang. Hahaha.

Oke baiklah, cerita panjang ini berakhir dengan sedikit ngenes, sepanjang di kereta awake loro kabeh, batuk tak terkondisikan, untunge masih punya sisa bodr*x dan a*ua yang meminimalisir derita. Rasane rakaruan pokoke meh sambat kalih sinten yen sampun mekaten. Lungo-lungo dewe, neng dalan loro yo dirasake dewe. Haha

Sampai Jogja tengah malam dan pagi hari langsung menuju Paseban menjalankan amanat dengan semangat meski badan sudah liyudh dan setelah itu.............. Limang dino ora tangi ora metu seko omah. Hahahahaa

Tapi bahagianya Senin itu bisa bertemu dengan moodbstr meski sebentar, waw terima kasih Mas sudah memberi waktu luang untuk bertemu di tengah sibuknya kampus. Bye.

[Flashback beberapa hari lalu]
Sekeping syukur yang terserak
Yogyakarta, Januari 2018