Rabu, 30 November 2016

Review Biografi Singkat Gus Dur

KH. Abdurrahman Wahid atau yang biasa dikenal dengan panggilan “Gus Dur” adalah anak pertama dari enam bersaudara. Gus adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berarti “abang atau mas”. Beliau lahir dari keluarga yang cukup terhormat. Ayahnya adalah KH. Wahid Hasyim dan ibunya adalah Ny. Hj. Sholehah. Kakek dari ayahnya, K.H. Hasyim Asyari, merupakan pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Sementara itu kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, juga merupakan salah satu tokoh pendiri NU. Gus Dur juga memiliki pertalian dengan Sultan Pajang, Hadiwijaya atau dikenal sebagai Jaka Tingkir. 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDi7kftqQwYscaXs6VOHHCgQ1T77V3SEpWLqtDsHxL0LFQ8zA-nLbq8VJTar0CrWDhKyQOgtNEb9zfCAFc9j326qvGF3E-5URqHm8uoxWxmQUKbEC-3t4Luk4pp2fiLcIgXG4i7e2hyQo/s400/Gus+Dur.jpg  


Gus Dur adalah tokoh tanpa batas. Tidak hanya dikenal sebagai seorang kyai, Gus Dur juga dikenal seorang budayawan, seorang cendekiawan, seorang negarawan. Dur adalah seorang tokoh yang multidimensi. Gus Dur yang dikenal banyak orang sebagai sosok yang multidimensi tersebut tidak terlepas dari perjalanan hidupnya semasa kecil, remaja, hingga masa tuanya. 

Saat kecil Gus Dur diasuh oleh orang tuanya. Meski terlahir sebagai keturunan kyai, Gus Dur tumbuh seperti anak-anak seusianya, bahkan menurut cerita, Gus Dur kecil bisa dibilang nyeleneh dan nakal. Pada saat SD, sudah dua kali Gus Dur terjatuh dari pohon. Pengalaman ini bisa dikatakan hampir tak berpengaruh terhadap dirinya karena Gus Dur kecil selalu bertindak impulsif dan kurang berhati-hati. Di balik tingkah nakalnya itu, Gus Dur kecil juga dikenal sebagai pecandu buku. Dalam kesehariannya, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan rajin memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Selain itu beliau juga aktif berkunjung ke perpustakaan umum di Jakarta. Pada usia belasan tahun Gus Dur telah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel, dan buku-buku yang agak serius. Karya-karya yang dibaca oleh Gus Dur tidak hanya cerita-cerita saja, akan tetapi wacana tentang filsafat dan dokumen-dokumen mancanegara tidak luput dari perhatianya. Di samping membaca, Gus Dur senang pula bermain bola dan menyukai musik. 

Selain kegemaran membaca buku sejak kecil, ada hal lain yang mempengaruhi perjalanan sosok Gus Dur. Ketika ayahnya diangkat sebagai Menteri Agama pertama, keluarga Wahid Hasyim pindah ke Jakarta. Dengan demikian suasana baru telah dimasukinya. Tamu-tamu yang terdiri dari para tokoh-dengan berbagai bidang profesi, yang sebelumnya telah dijumpai di rumah kakeknya, terus berlanjut ketika ayahnya menjadi Menteri Agama. Hal ini memberikan pengalaman tersendiri bagi seorang Gus Dur. Secara tidak langsung, Gus Dur juga mulai berkenalan dengan dunia politik yang didengar dari kolega ayahnya yang sering bertamu ke rumahnya.

Semasa kecil pula, secara tidak langsung Gus Dur telah dikenalkan dengan perbedaan. Pada masa SD, beliau sempat mengenyam pendidikan di sebuah SD milik yayasan Katolik sebelum akhirnya pindah ke SD biasa di Jakarta. Pengalaman-pengalaman di masa kecil inilah yang juga menyumbangkan pengaruh bagi hidup Gus Dur nantinya. Saat masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, beliau sudah melahap beberapa buku bahasa Inggris, di antaranya adalah Das Kapital karya Karl Marx dan buku filsafat Plato. Sungguh luar biasa, orang seusia Gus Dur pada masa itu telah melahap bacaan-bacaan yang memiliki bobot. Menjelang kelulusannya di Sekolah Dasar, Gus Dur memenangkan lomba karya tulis se-wilayah kota Jakarta dan menerima hadiah dari pemerintah. Pengalaman ini menjelaskan bahwa Gus Dur telah mampu menuangkan gagasan/ide-idenya dalam sebuah tulisan. Karenanya wajar jika pada masa kemudian tulisan-tulisan Gus Dur menghiasai berbagai media massa.

Gus Dur melanjutkan pendidikannya di SMP dan pernah tidak naik kelas. Menurut cerita, beliau mengaku kehilangan gairah sekolah karena tidak mendapat teman yang mengerti pikirannya. Akibatnya, Gus Dur sering membolos dan memilih pergi ke perpustakaan serta menonton film di bioskop. Bahkan sering kali beliau lebih memilih sepak bola ketimbang sekolah. Walhasil, Gus Dur tidak naik kelas.

Ibunya lalu mengirim Gus Dur ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikannya dengan mengaji kepada Kiai Ali Maksum di Pondok Pesantren Krapyak dan belajar di SMEP.  Di sekolah ini pula pertama kali Gus Dur belajar Bahasa Inggris. Karena merasa terkekang hidup dalam dunia pesantren, akhirnya beliau minta pindah ke kota dan tinggal di rumah Haji Junaidi, seorang pimpinan lokal Muhammadiyah yang merupakan sahabat ayahnya. Kegiatan rutinnya, setelah shalat subuh mengaji pada K.H. Ma’shum Krapyak, siang hari sekolah di SMEP, dan pada malam hari beliau ikut berdiskusi bersama dengan Haji Junaidi dan anggota Muhammadiyah lainnya. Ketika menjadi siswa sekolah lanjutan pertama tersebut, hobi membacanya semakin mendapatkan tempat. Gus Dur didorong oleh gurunya untuk menguasai bahasa Inggris, maka tidak heran jika pada masa sekolah Gus Dur telah melahap buku-buku berbahasa Inggris.

Setamat dari SMEP Gus Dur melanjutkan belajarnya di Pesantren Tegarejo Magelang Jawa Tengah. Pesantren ini diasuh oleh K.H. Chudlari, sosok kyai yang humanis. Kyai Chudhari inilah yang memperkenalkan Gus Dur dengan ritus-ritus sufi. Di bawah bimbingan kyai ini pula, Gus Dur mulai mengadakan ziarah ke kuburan-kuburan keramat para wali di Jawa. Pada saat masuk ke pesantren ini, Gus Dur membawa seluruh koleksi buku-bukunya, yang membuat santri-santri lain terheran-heran. Pada saat ini pula Gus Dur telah mampu menunjukkan kemampuannya dalam berhumor dan berbicara. Ada sebuah kisah menarik yang patut diungkap dalam paparan ini adalah pada acara imtihan akbar yang diselenggarakan saat perpisahan santri yang selesai menamatkan belajar dengan mendatangkan semua hiburan rakyat, seperti gamelan, tarian tradisional, kuda lumping, jathilan, dan sebagainya. Jelas, hiburan-hiburan seperti ini sangat tabu bagi dunia pesantren pada umumnya.

Mengenai pendidikan di luar negeri, Gus Dur menerima beasiswa dari Departemen Agama untuk belajar di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, namun tidak menyelesaikannya karena kekritisan pikirannya. Gus Dur lalu belajar di Universitas Baghdad. Menebus kelalaiannya di masa lalu, Gus Dur terbilang sukses di universitas barunya ini. Kemudian beliau pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya di Universitas Leiden, tetapi sayang sekali keinginan itu harus dikubur karena pendidikan di Universitas Baghdad tidak diakui oleh universitas tersebut. Gus Dur lalu pergi ke Jerman dan Prancis sebelum kembali ke Indonesia pada 1971. Gus Dur kembali ke Jakarta dan bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), organisasi yg terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat. 

Dari uraian perjalanan singkat Gus Dur, beliau memang dikenal sebagai seorang tokoh yang nyeleneh dan unik. Kadang-kadang pernyataannya lucu, kadang membingungkan, dan penuh tanda tanya. Tetapi memang begitulah Gus Dur, seorang yang apa adanya dan terbuka. Keterbukaannya inilah yang menjadi kekuatan bagi Gus Dur. Pernyataan-pernyataannnya kontroversial. Sepanjang pemerintahan presiden Soeharto, tidak ada seseorang pun yang berani mengkritiknya selain Gus Dur. Gus Dur memiliki jalan pikir yang luar biasa, beliau selalu menempatkan diri berada di posisi yang ideal. Yang tak kalah menarik adalah taktik tarik-ulur Gus Dur dalam menghadapi pemerintahan Orde Baru yang otoriter.

Saya salut dengan strateginya yang bisa dikatakan, menjadi maju jika ada kesempatan, mundur bila menghapi tekanan. Gus Dur ini ahli strategi yang hebat. Beliau selalu menghindari kekerasan dan mengutamakan dialog serta toleransi, entah bagaimana caranya namun Gus Dur selalu berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya dengan mengedepankan keadilan dan tanpa kekerasan. Sungguh luar biasa. Sikap-sikap Gus Dur yang luar biasa ini tidak terlepas dari perjalanan hidupnya semasa kecil hingga dewasa. Pengaruh-pengaruh dari lingkungan membuat Gus Dur tumbuh menjadi sosok yang unggul dan luar biasa seperti yang kita ketahui. Keunggulan pribadi dan kehebatan aksi Gus Dur tersebut yang juga mengantarkan beliau menjadi pembesar Nahdlatul Ulama dan karier yang gemilang di dunia politik yang pada akhirnya bisa mengantarkan beliau menjadi seorang Presiden RI dari kalangan santri. 

Gus Dur dikenal memiliki sifat toleran, pengayom, dan memiliki nilai humanisme yang tinggi. Semua itu terbentuk dari perjalanan hidupnya yang melintasi beberapa model lapisan budaya, perpaduan antara dunia pesantren, dunia timur, dan dunia barat semuanya tampak masuk dalam pribadi beliau dan membentuk sinergi sehingga menjadikan sosok Gus Dur yang dirindukan banyak orang. Maka tak heran jika Gus Dur merupakan sosok yang memiliki pemikiran luas, dinamis, dan out of the box. 

Meski banyak yang mengagumi beliau karena setiap pemikiran beliau sifatnya selalu empati dan toleransi terhadap orang lain, selain itu selalu mengedepankan persatuan dan tak lupa memperhatikan perlindungan terhadap kaum minoritas ataupun kaum lemah, ada saja orang-orang yang tidak suka dengan Gus Dur beserta jalan pemikirannya. Hal ini bukan karena Gus Dur itu aneh tetapi menurut saya lebih pada orang-orang belum siap menerima pemikiran-pemikiran Gus Dur. Dari mengetahui biografi Gus Dur, tidak cukup menilai beliau dengan sebutan sosok nasionalis, agamis, dan sebutan luar biasa lainnya. Gus Dur adalah sosok yang hebat, lebih dari hebat, yang pemikirannya masih tetap relevan seiring berjalannya waktu dengan berbagai permasalahan kehidupan dan kemanusiaan yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar