"Ini pengalaman saya saat mengisi waktu liburan 3 bulan. Kenangan bersama teman-teman yang kini sudah tidak bertemu setiap hari"
Cerita ini berawal ketika malam itu Mas Yana mengajak aku dan teman-teman #dekade nggowes. Lalu setelah menghubungi beberapa teman, kami sepakat gowes besok pagi dengan tujuan ke Makam Raja Imogiri. Yuhuu, dengan senang hati aku ikut. Kami janjian jam 5.45 kumpul di sekolah. Setelah sms sana sini ternyata yang akan ikut adalah Mas Yana, aku, Arina, Bangkit, Dhimas, dan Ilham. Tadinya Mas Yana ngajak Tunggul, tapi Tunggul nggak janji bisa bangun pagi *kebiasaan* Haha.
Setelah mendapat kepastian tentang gowes besok pagi, aku sengaja tidur lebih awal agar besoknya nggak ngantuk. Sehabis Isya aku tidur, tapi tengah malam aku sudah bangun, jam 1 lebih 15 aku bangun dan sialnya nggak bisa tidur lagi *kebiasaan begadang*. Aku putuskan membuka laptop untuk mengurangi keheningan malam itu. Dan tak terasa waktu menunjukkan pukul 3 kurang 15 ketika pondok sebelah sudah mulai membangunkan santrinya. Saat itu, barulah rasa kantuk menyerangku perlahan-lahan dan mulailah ada niatan untuk kembali terlelap. Ku setting alarm pukul 5 agar tidak tergesa-gesa persiapannya. Dalam tidur singkat itu, aku sempat bermimpi kalau sepedaku dalam keadaan rusak, perasaan dongkol dalam mimpi inilah yang membuat aku tidak mendengar kalau alarm sudah berbunyi dengan anggunnya.
Dan tiba-tiba aku terbangun dengan bingungnya, kulihat jam dan ternyata sudah menunjukkan pukul 6.10. Siaaaaal aku kesiangan. Kubuka hape dan ternyata ada sms masuk dari Bangkit.
" Na sido melu ra?" kata dia.
" Kowe wes mangkat? mending mangkato ndisik, nko tak susul sak ketuke. Rasah nunggu aku, aku kawanen rek. Andani rutene wae" balasku dengan sedikit bingung.
Setelah tahu rutenya, aku cepat-cepat mandi dan siap-siap, untung saat itu aku sedang halangan jadi nggak dapet dosa walau nggak sholat. Hehe. Ibuku sedikit terlihat bingung ketika aku selesai mandi, mungkin heran kenapa aku bangun tidur langsung mandi.
" Mau kemana?" tanya ibuku.
" Loh. Kan aku wes ngomong nek mau nggowes, lha ini wes ditinggal. aku mau nyusul. Sepedaku tolong dikeluarkan ya." jawakbku.
"Oo kamu masang alarm jam 5 yo?"
"Iyalah, lha kok gak digugah?"
"Lha aku gak reti. Yo tak nengke wae"
"Welhaa wong tadi malem aku dah ngomong nek mau gowes jam 5.45 tooo" jawabku sedikit kesal.
Lalu dengan cepat aku mengambil hape dan uang sebagai bekal pagi itu. Ibuku menyuruhku sarapan terlebih dahulu tapi aku menolaknya dengan alasan wes ditinggal. Okee kuraih sepeda dan saat itu bapak ngomong.
"Dikompakke sek ben ra bocor" suruhnya
Kujawab singkat sembari berpamitan, dan berangkaaaat. Aku memilih lewat ring road selatan agar lebih cepat menembus jalan Imogiri Barat. Sambil mengayuh sepeda aku juga memperhatikan sekitar siapa tau ada bengkel buka. Tapi tak pikir-pikir, apa ada bengkel buka jam segitu? Kalaupun ada mesti nggak semua bengkel punya kompa yg khusus buat fixie, apalagi itu daerah bukan kota, pastinya sulit. Hehe. Kupastikan bahwa banku masih kuat menopang tubuhku sampai Imogiri nanti. Langsung saja kupacu sepeda dengan kecepatan tinggi agar bisa menyusul teman-temanku yang sudah berangkat.
Jalanan sudah mulai rame, deru kendaraan menggebu-gebu, dan asap hitam pekat mengepul menodai kesucian udara pagi itu. Ah bagiku itu bukan menjadi masalah, yang terpenting aku bisa mengejar teman-temanku yang mungkin sudah terlampau jauh denganku. Sampai Jalimbar, anak-anak sekolahlah yang mendominasi jalan itu, kulihat jam tanganku dan ternyata memang sudah pukul 6.45. Aku tetap mengayuh sepeda dengan sedikit melamun. Lamunanku terpecah ketika aku mendengar suara klakson motor yang begitu memekakan telinga, kucari asal suara itu dan ternyata sumbernya adalah sebuah motor hitam yg ternyata adalah motor guru matematika SMP 10, Pak Hastoro. Yaps! Nggak salah lagi itu adalah Pak Hastoro. Dengan sedikit menundukkan kepala dan mengembangkan senyuman manis, aku menyapa beliau. Setelah itu kulanjutkan perjalanan dalam kesunyian itu.
Pagi itu jalanan benar-benar padat, karena kebiasaan mengendarai sepeda dengan kecepatan ekstra, aku sampai lupa mengontrol kecepatan, aku juga lupa jika saat itu sepedaku bukan pake rem tangan tapi doll-trap. Perasaan takut tiba-tiba menyerangku dari segala sisi, takut jika tak bisa mengendalikan sepeda dan takut nggak bisa ngerem mendadak. Dan ketakutanku benar-benar nyata, sebelum sampai per4an Stadion Sultan Agung, ada sebuah motor yang menyebrang mengagetkan, kakiku kesendal oleh pedal sepeda yang terus berputar daaaan aku hampir nyungsep ke sawah karena kejadian itu tadi. Walaupun kaki sedikit kena sepeda, tapi untung nggak dilihatin orang-orang.
Dengan lebih berhati-hati aku melanjutkan perjalanan. 200 meter dari SSa kulihat sebuah bengkel yang tampilannya agak modern, saat melihat bengkel itu besar harapanku kalau di sana ada alat untuk ngompa fixie. Kuputuskan untuk menyeberang ke bengkel itu, jalanan lumayan rame jadi butuh beberapa menit untuk menyeberang.
"Permisi, Pak. Di sini bisa ngompa fixie?" tanyaku.
Bapak itu tetap sibuk dengan ban yang ia tambal dan hanya menjawab "Ya" tanpa melihat aku atau sepedaku. Setelah tak tunggu beberapa detik, bapak itu baru beranjak dan membuka tutup dop, dia bingung dan ngomong.
"Waduh mbak ra iso iki, lha cilik banget je"
"Oya sudah,Pak. Terima kasih" (Batinku, rak yo mau ki wes tak kandani too Pak! Hehe Salahe ra mengo)
Sedikit dongkol aku melanjutkan perjalanan, Jalimbar dekat Jesaba jalanannya memang menyebalkan, berlubang-lubang gitu, karena luas penampang ban sepedaku kecil, maka getaran-getaran itu sangat terasa. Di sana banyak polisi yang mengatur lalu lintas, mereka memandangiku dengan bingung. Ya memang sejak dari Jalimbar utara banyak orang yang memandangiku dengan bingung. Ada beberapa alasan kenapa mereka seperti itu, pertama mungkin karena ini jam sekolah kenapa saya nggak ke sekolah, ke dua mungkin mereka melihat cewek cantik menaiki sepeda *keren to* (haha pede tingkat provinsi), atau mereka bingung melihat saya mengendarai sepeda dengan tergesa-gesa. Hehe entahlah apa yang ada dipikiran mereka, aku tidak bisa membacanya.
Tidak terasa sampai juga aku di per4an Jetis. Ah hujan gerimis mulai turun, tapi tak kuhiraukan walau hujan itu semakin lembut dan jatuhnya semakin banyak. Di situ aku mulai bingung, ki pada udah berangkat lewat jalan mana ya? Aku berhenti sebentar dan membuka hape. Sialnyaa hapeku error seperti semalam, kartu SIM tidak terbaca. Sial banget, dan saat itu juga penyesalah datang, kenapa aku tadi ninggalin hape satunya. Karena bingung, aku memutuskan belok kiri dan menuju rumah Agung, ternyata lumayan jauh jarak rumah Agung-per4an. Huohuo. Sampai di depan rumah Agung, ternyata sepi *Iyalah orang sudah berangkat*. Gubrak njuk piye? Apa aku harus minta sms ke ibunya Agung gitu? Dengan berat hati aku meninggalkan Puton Hanseo Durian Village dengan perasaan nano-nano.*LebayKumat* . Aku berhenti sejenak dipinggir jalan dan mengotak-atik hape. Tak buka cassingnya dan tak pener2ke akhirnya bisa nyala. Nggak mau kehilangan kesempatan, aku menelpon Bangkit dan tanya posisi. Ternyata mereka sudah sampai timur Polsek Imogiri. Oh meigaaat, menurutku itu sudah jaaauuh. Haha tanpa pikir panjang aku langsung ke arah per4an Jetis lalu berjalan ke arah selatan. Sebenarnya saat hapeku nggak bisa nyala, aku sudah berpikiran, apa aku pulang saja ya? Tapi tak pikir-pikir udah nanggung dan sosok Aina nggak boleh pantang mundur! Majuuuu pokoknya. Hehe Ora oleh muntir !
Di sepanjang jalan itu aku berpikir, adoh ora yo, terus Polsek Imogiri ki ngendi? Dengan sedikit nekat, aku mengikuti instingku bahwa Polsek Imogiri mesti ada di daerah per3an ke kanan. Yaa sepanjang jalan aku sedikit galau. Setelah sekian lama aku sampai juga di per3an dan kuputuskan ambil kiri karena arah ke Makam Imogiri ya mesti ke kiri. Lewat jembatan yang viewnya oke pisan, disitu aku melihat bapak2 yang duduk di gubug, kuputuskan untuk bertanya kepada dia jalan menuju Polsek Imogiri. Dia menjelaskan, lurus terus nanti ke kanan lalu ke kiri. (Haha po ra bingung nek njelaskene ngono?) Setelah berterimakasih aku melanjutkan perjalanan, pikirku nanti aku bertanya kalau sudah agak bingung lagi aja. Sebenarnya aku tau jalan menuju makam tapi agak bingung juga.
Aku berjalan mengikuti apa kata hatiku dan tiba juga jalan yang sudah aku prediksikan bakal mbingungi. Di sana ada 3 pilihan, lurus, belok kanan, atau belok menuju Selopamioro? Haha karena nggak mau ambil resiko terlalu berat, kuputuskan bertanya kepada petugas pake baju safari yg sedang berdiri di depan SMK Muhammadiyah. Sebenarnya di depan ada 2 orang polisi, tapi mereka sedang sibuk mengatur lalu lintas.
"Permisi,Pak. Kalau mau ke Polsek Imogiri jalannya ke mana ya?" tanyaku dengan senyuman
"Lho ada apa,Dik?" tanyanya bingung. Aku sudah menduga, mungkin dikiranya aku mau melapor atau apalah. Heehe
"Oh nggak apa-apa, Pak. Saya mau nyusul teman saya yang posisinya ada di dekat polsek"
"Oh gitu, ini jalan luruuuus saja, ikuti jalan aspal ini, hiraukan belokan-belokan yang ada. Nanti Polsek berada di timur jembatan. Pokoknya ikuti jalan aspal saja." jawabnya dgn sabar.
"Terimakasih banget,Pak. Mari"
Nah, penjelasan bapak ini lumayan ngedongin. Lalu aku mengikuti jalan aspal sesuai pesan bapak tadi. Ternyata benar, jalan berkelok-kelok dan bercabang. Hingga aku tau ada sebuah jalan yang aku kenali, jalan tembusan ke Imogiri Timur. Setelah menemukan pasar dan jembatan, aku berjalan ke arah timur dan ketemu juga yang namanya Polsek Imogiri. Karena bingung jalan, aku berhenti sejanak di depan sebuah rumah dan sms Mas Yana tanya lokasi. Ternyata mereka sudah ada di parkiran makam. Sedang wedangan di warung yang agak tengah. Hehe. Sebelum aku beranjak dari tempat itu, aku mikir jalannya lewat mana ini, belum sampai nemu jalan keluarnya, seekor anjing sejenis bulldog keluar dari rumah dan menggonggong dengan gagahnya. Tanpa pikir panjang langsung balik haluan dan pindah tempat untuk berpikir. Sial sekali anjing ganteng itu tadi, jangkrik sekali :) Nggak tau aja sini lagi bingung. Hehe
Setelah itu, daripada kesasar aku mencoba tanya ke bapak2 yg sedang berdiri di depan warung. Dia menjelaskan kalau mau ke makam lewatnya polsek belok kiri. Aku ikuti kata bapak itu tadi, setelah masuk jalan polsek, kok semakin ke sana semakin sepi saja. Wah jangan-jangan aku kesasar, dan benar juga dugaanku itu. Setelah masuk terlalu jauh ke kampung sepi itu aku melihat ibuk-ibuk dan langsung bertanya.
"Permisi,Buk. Kalau mau ke makam imogiri jalannya ke mana ya?"
"Waduh mbak, bukan lewat sini. Jalan besar depan polsek tadi lurus terus. Lha mbaknya dari mana to?"
"Oh saya dari Krapyak,Buk."
"Walah jauh banget mbak, sendirian?"
"Iya,Buk. hehe mau nyusul temen di sana"
"Oalah yaya, Hati-hati mbak"
"Yaa,Buk. Matur nuwun"
Balik menuju polsek aku sambil ngomel sendiri. (sialan tenan pak e mau. Wah ternyata pepatah "MALU BERTANYA SESAT DI JALAN" wes ra manjur meneh. Jaaan wes klambi klebus, salah jalan 2x , ono guguk meneh. Seeeb naseeb). Setelah sampai jalan besar, aku belok kiri dan lurus terus berharap ada plakat bertuliskan Makam Raja-Raja Imogiri. Tapi ternyata nggak ada, di depan adanya tulisan Kebun Buah Mangunan yang menunjuk arah ke kiri dan ada juga jalan lurus. Takut kesasar ke-2x nya, aku bertanya pada simbah-simbah yg lagi nyapu. Menurutku simbah2 ini nggak bakal bohong. Hehe. Dan simbahnya ngomong kalau tinggal lurus saja. Yuhuuuu ternyata benar, tempat yang aku cari-cari sudah ada di depan mata. (Untung nggak nyasar ke Mangunan.)
Aku belok ke arah parkiran dan segera menuju ke tempat di mana sepeda teman-temanku terparkir. Setelah aku memarkirkan sepedaku, terdengarlah suara teman-temanku yang lagi ngobrol, merekapun langsung melihat kearahku. Aku menghampiri mereka yang sedang duduk santai di sebuah warung, lalu aku memesan segelas teh hangat. Sambil menikmati teh hangat gula batu itu kami mengobrol ke sana kemari. Dasar semuanya koplak, tak jarang kami tertawa-tertawa karena ulah kami sendiri sembari melepas lelah. Tak terasa sudah beberapa jam kami mengobrol di warung ini *suwe banget* . Setelah Mas Yana membayar pesanan kami semua , kami memutuskan pulang melewati Makam Seniman. (Terima kasih Mas Yana:D)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar